Welcome to QIENAZONE. Thank you for visited my blogsite. Wish it will be useful for you guys. Leave a comment please ^^

Minggu, 04 Desember 2011

Terapi Behaviour (Terapi Perilaku)

,
 A.      Definisi Terapi Perilaku
Terapi perilaku adalah terapi psikologis singkat bertarget yang lebih menangani gambaran terkini berbagai gangguan ketimbangan, mengurusi perkembangan sebelumnya. Terapi ini didasarkan pada teori pembelajaran perilaku, yang selanjutnya didasarkan pada classical dan operant conditioning. Penilaian objektif berkelanjutan mengenai kemajuan pasien dibuat.

B.       Gambaran
Perilaku adalah respon yang timbul secara eksternal, dipengaruhi oleh stimulus lingkungan dan dapat dikontrol secara primer oleh konsekuensinya Perilaku dapat diamati, diukur, dan dicatat oleh diri sendiri maupun orang lain. Observasi yang bersifat subyektif dilakukan diri sendiri dan observasi yang bersifat obyektif dilakukan orang lain.

C.      Indikasi Terapi Perilaku
Indikasi utama ialah gangguan fobik dan perilaku kompulsif, disfungsi sexual (misalnya impotensi dan frigiditas) dan deviasi sexual (misalnya exhibisionisme). Dapat dicoba pada pikiran-pikiran obsesif, gangguan kebiasaan atau pengawasan impuls (misalnya gagap, enuresis, dan berjudio secara kompulsif), gangguan nafsu makan (obesitas dan anorexia) dan reaksi konversi. Terapi perilaku tidak berguna pada skizofrenia akut, depresi yang hebat dan (hipo) mania.



 PRINSIP-PRINSIP TERAPI PERILAKU

1.        Meningkatkan atau mempertahankan perilaku 2
Perilaku mungkin akan meningkat baik frekuensi, kompleksitas/lamanya dengan pemberian reinforcement. Reinforcement adalah suatu proses, dimana kejadian atau kondisi lingkungan yang menyertai perilaku dapat mempengaruhi perilaku yang timbul kemudian.

2.        Positif reinforcement
Meningkatnya frekuensi sebuah respon, dan respon tersebut diikuti oleh stimulus yg menyenangkan. Contohnya perilaku mengucapkan salam yang disambut dengan senyuman oleh orang yg dituju.

3.        Negative reinforcement
Meningkatnya frekuensi suatu respon, karena respon tersebut memindahkan beberapa stimulus yang negatif atau menyakitkan dan tidak menyenangkan. Stimulus yang tidak menyenangkan (konflik) akan meningkatkan respons menyibukkan diri.

4.        Menurunnya perilaku
Upaya meningkatkan perilaku dilakukan dengan pemberian punishment dan extinction
a.         Punishment : Konsekuensi-konsekuensi yang menghasilkan penekanan/penurunan frekuensi tingkah laku yang akan muncul :
                                  i.          Positive punishment : Menghadirkan stimulus bertentangan yang mengikuti suatu perilaku dengan tujuan menurunkan perilaku tersebut.
                                ii.          Negative punishment : Kejadian yang menggantikan/menurunkan suatu perilaku, ada 2 bentuk yaitu Respon Cost adalah kerugian yg mengikuti perilaku dan Time out adalah prosedur punishment dalam periode waktu tertentu dimana selama waktu tersebut pemberian reinforcement tidak sesuai.
b.         Extinction
Prosedur yang biasa digunakan oleh pemberi reinforcement untuk menghilangkan perilaku. Extinction berjalan lebih lambat dari pada reinforcement

5.        Desensitisasi Sistemik 3,4
Desensitisasi sistemik yang dikembangkan oleh Joseph Wolpe, didasarkn pada prinsip perilaku counterconditioning, disini seseorang menghadapi ansietas maladaptive yang dicetuskan oleh situasi atau suatu objek dengan mendekati situasi yang ditakuti secara bertahap dan didalam keadaan psikofisiologis yang menghambat ansietas. Didalam desensitisasi sistemik, pasien mendapatkan keadaan relaksasi seutuhnya dan kemudian dipajankan pada stimulus yang mencetuskan respon ansietas. Reaksi negative ansietas dihambat oleh keadaan relaksasi, suatu proses yang disebut inhibisi resiprokal. Bukannya menggunakan situasi atau objek sebenarnya yang mencetuskan rasa takut, pasien dan terapis menyiapkan daftar bertingkat suasana mencetuskan ansietas dan terkait dengan rasa takut pasien. Keadaan relaksasi yang dipelajari dan situasi pencetus ansietas secara sistematis dipasangkan didalam terapi. Dengan demikian, desensitisasi sitematik terdiri atas tiga langkah: pelatihan relaksasi, pembangunan hirarki dan desensitisasi stimulus.

6.        Pelatihan Relaksasi
Relaksasi menghasilkan efek fisiologis yang berlawanan dengan efek fisiologis ansietas: denyut jantung lambat, meningkatnya aliran darah keperifer, dan sensibilitas neuromuskular. Beberapa diantaranya, seperti yoga dan zen, telah dikenal sejak berabad-abad yang lalu. Sebagian besar metode menggunakan relaksasi progresi yang dikembangkan oleh psikiater Edmund Jacobson. Pasien merelaksasi kelompok otot utama dalam rangkaian tetap, dimulai dari kelompok otot kecil kaki terus kearah kepala atau sebaliknya. Beberapa klinisi memakai hipnosis untuk mempermudah relaksasi atau menggunakan latihan dengan menggunakan kaset untuk memungkinkan pasien berlatih relaksasi sendiri.  Mental imagery merupakan metode relaksasi dengan pasien diinstruksikan untuk membayangkan dirinya disuatu tempat yang terkait dengan kenangan yang menyenangkan dan membuat santai. Bayangan tersebut memungkinkan pasien memasuki keadaan atau pengalaman relaksasi, seperti yang dinamakan oleh Herbert Benson, respon relaksasi.
Perubahan fisiologis yang berlangsung saat relaksasi adalah kebalikan dari perubahan yang dicetuskan oleh respon stress adrenergic yang merupakan bagian dari banyak emosi. Tegangan otot, frekuensi pernapasan, denyut jantung, tekanan darah, dan konduktansi kulit menurun. Suhu jari dan aliran darah ke jari biasanya meningkat. Relaksasi meningkatkan variabilitas denyut jantung respirasi, suatu indeks tonus parasimpatis.

7.        Pembangunan Hirarki
Ketika membangun hirarki, klinisi mennetukan semua keadaan yang mencetuskan ansietas, kemudian pasien menciptakan daftar hirarki 10 hingga 12 situasi dalam urutan meningkatnya ansietas. Contohnya, hirarki akrofobik dapat dimulai dengan pasien membayangkan berdiri didekat jendela dilantai kedua dan diakhiri dengan berada di atap gedung 20 tingkat, bersandar dipembatas dan melihat ke bawah.

8.        Desensitisasi Stimulus
Pada langkah terakhir, yang disebut desensitisasi, pasien melanjutkan daftar secara sistematik dari situasi yang kurang mencetuskan ansietas hingga yang paling mencetuskan ansietas saat berada dalam keadaan relaksasi dalam. Kecepatan perkembangan pasien melalui daftar tersebut ditentukan oleh respons mereka terhadap stimulus. Ketika pasien dapat membayangkan dengan jelas situasi pada hirarki yang paling mencetuskan ansietas dengan tenang, mereka akan mengalami sedikit ansietas di dalam situasi kehidupan sebenarnya yang sama.

9.        Pemajanan Bertingkat Terapeutik 3
Pemajanan bertingkat terapeutik serupa dengan desensitisasi sistematik kecuali bahwa pelatihan relaksasi tidak dilibatkan dan terapi biasa dilakukan didalam konteks kehidupan sebenarnya. Hal ini berarti bahwa individu tersebut harus berkontak dengan stimulus peringatan untuk pertama kali belajar bahwa tidak ada akibat berbahaya yang akan terjadi. Pajanan ditingkatkan sesuai hirarki. Contohnya, pasien yang takut pada kucing, dapat meningkat dari melihat gambar kucing hingga menggendong kucing.

10.    Flooding 3
Flooding serupa dengan pemajanan bertingkat yaitu bahwa flooding memajankan pasien pada objek yang ditakuti in vivo; meski demikian, tidak ada hirarki. Flooding didasarkan pada dasar pemikiran bahwa melarikan diri dari pengalaman yang mencetuskan ansietas mendorong ansietas melalui pembelajaran. Dengan demikian, klinisi dapat mengakhiri ansietas dan mencegah perilaku menghindar yang dipelajari dengan tidak memungkinkan pasien lari dari situasi tersebut. Keberhasilan prosedur ini bergantung pada pertahanan pasien didalam situasi yang menimbulkan takut sampai mereka menjadi tenang dan merasakan sensasi penguasaan. Menarik diri secara dini dari situasi atau secara dini mengakhiri situasi yang dibayangkan adalah sebanding dengan pelarian diri, yang kemungkinan mendorong ansietas yang dipelajari serta perilaku menghindar dan menghasilkan efek berlawanan yang diinginkan. Di dalam suatu varian, yang disebut imaginal flooding, objek atau situasi yang ditakuti dihadapkan hanya didalam imajinasi bukannnya dikehiupan nyata.

11.    Assertivenes Training 3
Untuk menjadi asertif seseorang perlu memiliki kepercayaan diri di dalam penilaiannya dan harga diri yang cukup untuk mengekspresikan pendapat mereka. Pelatihan dan keterampilan social dan keasertifan mengajari seseorang cara merespons dengan sesuai dilingkungan social, mengekspresikan pendapat mereka  dengan cara yang dapat diterima, dan memperoleh tujuan mereka. Berbagai teknik, termasuk role model, desensitisasi, dan dorongan positif, digunakan untuk meningkatkan keasertifan.

12.    Terapi Aversi
Ketika stimulus berbahaya (hukuman) muncul segera setelah suatu respons perilaku tertentu, secara teoritis, respon ini akhirnya dihambat dan diakhiri. Banyak stimulus berbahaya yang digunakan: kejutan listrik, zat yang mencetuskan muntah, hukuman fisik, dan ketidaksetujuan sosial. Stimulus negatif dipasangkan dengan perilaku, yang kemudian disupresi. Perilaku tidak diinginkan dapat menghilang setelah rangkaian tersebut. Terapi aversi telah digunakan untuk penyalahgunaan alcohol, parafilia, dan perilaku lain dengan cirri impulsif dan kompulsif.

13.    Desensitisasi dan Pemrosesan Ulang Gerakan Mata (Eye Movement Desensitization and Reprocessing; EMDR) 3
Gerakan mata sakadik adalah osilasi cepat mata yang terjadi ketika seseorang mengikuti objek yang bergerak maju-mundur di dalam garis penglihatan. Jika gerakan ini dicetuskan ketika seseorang sedang membayangkan atau berpikir mengenai peristiwa yang ditimbulkan ansietas, beberapa studi menunjukkan bahwa pikiran atau bayangan positif dapat dicetuskan dan menyebabkan penurunan ansietas. EMDR telah digunakan pada gangguan stress, pascatrauma dan fobia.

14.    Dialectical Behavior Therapy (DBT) 3
DBT telah berhasil digunakan pada pasien dengan gangguan kepribadian ambang dan perilaku parasuicidal. Terapi ini bersifat selektif, dan mengambil metode dari terapi suportif, kognitif dan perilaku. Fungsi DBT adalah :
a.         Meningkatkan dan memperluas daftar pola perilaku terlatih pasien
b.         Meningkatkan matovasi pasien untuk berubah dengan mengurangi dorongan pada perilaku maladaptif, termasuk disfungsi (kognisi dan emosi)
c.         Meyakinkan bahwa pola perilaku baru dikembangkan dari lingkungan terapeutik ke lingkungan alami
d.        Membuat struktur lingkungan sedemikian rupa sehinggaperilaku efektif bukannya perilaku disfungsi yang didorong
e.         Meningkatkan motivasi dan kemampuan terapis sehingga diperoleh terapi efektif.

15.     Terapi Kognitif-Perilaku (Cognitive Behavioural Therapy) 4,5,6
Terapi kognitif-perilaku (sering disingkat CBT) menampilkan usaha yang relatif baru untuk mengawinkan aspek terapi perilaku yang berguna dengan terapi kognitif dan memiliki tujuan utama membantu pasien mendapatkan perubahan yang mereka harapkan dalam kehidupannya. Asumsi dasar yang melatarbelakangi terapi-kognitif perilaku meliputi:
a.         Respons pasien lebih berdasarkan kepada interpretasi ketimbang pada realitasnya.
b.         Pikiran, perilaku, dan emosi saling terkait
c.         Tindakan terapeutik perlu diklarifikasi dan diubah menurut pikiran pasien
d.        Manfaat perubahan proses kognitif dan perilaku pasien lebih besar daripada manfaat perubahan salah satunya saja.


APLIKASI TEORITIS

A.      Penerapan Modifikasi Perilaku
Modifikasi perilaku dapat diterapkan untuk mengatasi beberapa masalah, diantaranya :
1.         Menurunkan tingkah laku merusak diri
2.         Merubah tingkah laku yang tidk diharapkan
3.         Melatih orang tua, guru, sukarelawan dan perawat agar lebih efisien dalam menjalankan perannya
4.         Mengurangi tingkah laku maladaptif yag khusus seperti kurangnya kebersihan diri dll
5.         Kontrol perilaku

B.       Strategi Modifikasi Perilaku
Sebelum memulai program, perawat harus melakukan hal-hal sebagai berikut :
1.         Pengkajian, mengumpulkan dan menetapkan masalah :  Data tentang perilaku klien (adaptif/maladaptif), mengerti tentang arti dan maksud dari perilaku yang klien tampilkan
2.         Rencana intervensi:
a.    Menetapkan tujuan/tingkah laku yang diinginkan dan gambaran hasil-hasil perilaku/kriteria
b.    Menentukan langkah awal untuk mencapai tujuan
3.         Menganalisa faktor pendukung yang ada dan orang-orang yg terlibat dalam terapi tersebut.
4.         Menetapkan konsekuensi sebagai reward/punishment yang disetujui bersama klien. Jenis konsekuensi diantaranya :
a.    Reward materi : uang, makanan
b.    Reward pengganti/surogate reward  : puji-pujian
c.    Reward sosial  : dukungan di dalam group
d.   Reward tingkah laku : kesempatan melakukan aktifitas
Burus F. Skinner merupakan seorang yang terkenal dalam bidang ini. Ada tiga cara utama untuk mengawasi atau mengubah perilaku manusia, yaitu:
1.    Perilaku dapat diubah dengan mengubah peristiwa-peristiwa yang mendahuluinya, yang membangkitkan bentuk perilaku khusus itu. Misalnya seorang anak yang tidak berprestasi disekolah dan nakal dikelas, hanya dengan seorang guru tertentu dapat menjadi efektif dan rajin bila ia dipindahkan ke kelas lain oleh seorang guru yang lain.
2.    Suatu jenis perilaku yang timbul dalam suatu keadaan tertentu dapat diubah atau dimodifikasi. Misalnya seorang anak dapat diajar untuk melihat dirinya sendiri dalam suatu kegiatan kompromi yang konstruktif dan tidak menunjukkan ledakan amarah bila ia menghadapi frustasi.
3.    Akibatnya suatu  perilaku tertentu dapat diubah dan dengan demikian perilaku tersebut dapat dimodifikasi. Misalnya ia dihukum bila ia mengganggu orang lain, dengan demikian rasa bermusuhan mungkin dapat diganti dengan sikap yang lebih kooperatif.

0 comment to “Terapi Behaviour (Terapi Perilaku)”

Posting Komentar

 

QIENAZONE Copyright © 2011 | Template design by QIENAZ | Powered by Syauqinaa Sabiilaa